1.
Fungsi Agama
Agama adalah satu
prinsip kepercayaan kepada Tuhan yang harus di miliki setiap manusia, karena
dengan beragama manusia bisa mengenal dirinya dan Tuhannya, dan dengan beragama
manusia bisa tahu hak dan kewajibannya sebagi makhluk yang di ciptakan Tuhan. Di
Indonesia banyak di kenal bermacam-macam kepercayaan atau Agama, akan tetapi
Agama yang diakui di Indonesia hanya ada lima, antara lain Islam, Kristen
Protestan dan Katolik, Hindu dan Buddha.
Islam
Islam adalah Agama
yang mengimani satu tuhan, Islam secara bahasa (secara lafaz) memiliki beberapa
makna. Islam terdiri dari huruf dasar (dalam bahasa Arab): Sin, Lam, dan Mim.
Beberapa kata dalam bahasa Arab yang memiliki huruf dasar yang sama dengan
Islam, memiliki kaitan makna dengan Islam. Islam secara bahasa adalah : Islamul
wajh (menundukkan wajah), Al istislam (berserah diri), As salamah (suci
bersih), As Salam (selamat dan sejahtera), As Silmu (perdamaian), dan Sullam
(tangga, bertahap, atau taddaruj). Secara istilah, Islam berarti wahyu Allah,
diin para nabi dan rasul, pedoman hidup manusia, hukum-hukum Allah yang ada di
dalam Al Quran dan As Sunnah, dan dia merupakan jalan yang lurus, untuk
keselamatan dunia dan akhirat.
Nama kitab suci
Agama Islam : Al-Qur'an.
Nama pembawa
Ajarannya : Nabi Muhammad SAW
Permulaan :
Kurang/lebih 1400 tahun lalu
Nama tempat
peribadatan : Masjid
Hari
besar keagamaan : Muharram,
Asyura, Maulud Nabi, Isra\' Mi\'raj, Nuzulul Qur\' an, Idul Fitri, Idul Adha, dan Tahun
Baru Hijriah.
Kristen Protestan dan Katolik
Kristen adalah
sebuah kepercayaan yang berdasarkan pada ajaran, hidup, sengsara, wafat dan
kebangkitan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Agama kristen ini meyakini Yesus
Kristus adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang
menebus manusia dari dosa. Mereka beribadah di gereja dan Kitab Suci
mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus pertama kali dipanggil Kristen
di Antiokia. Protestan adalah sebuah mazhab dalam agama Kristen. Mazhab atau
denominasi ini muncul setelah protes Martin Luther pada tahun 1517 dengan 95
dalil nya. Kata Protestan sendiri diaplikasikan kepada umat Kristen yang
menolak ajaran maupun otoritas Gereja Katolik. Kata Katolik sebenarnya bermakna
universal atau keseluruhan atau umum (dari ajektiva Bahasa Yunani (katholikos)
yang menggambarkan sifat gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus.
Nama kitab suci
Kristen Protestan dan Katolik : Injil.
Nama pembawa
Ajaranya :
Isa / Yesus Kristus.
Permulaan :
Kurang/lebih 2.000 tahun lalu.
Nama tempat
peribadatan :
Gereja.
Hari besar keagamaan : Natal, Jumat
Agung, Paskah, Kenaikan Isa Almasih, dan Pantekosta.
Hindu
Agama Hindu Adalah
agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini, Hindu dalam Bahasa
Sanskerta artinya : Sanatana Dharma Kebenaran Abadi, dan Vaidika-Dharma
(Pengetahuan Kebenaran). Hindu adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua
India.
Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM.
Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM.
Nama kitab suci
Hindu : Weda
Permulaan :
Masaprasejarah.
Nama tempat
peribadatan : Pura.
Hari besar
keagamaan : Nyepi,
Saraswati, Pagerwesi, Galungan, dan Kuningan.
Buddha
Buddha dalam Bahasa
Sansekerta adalah : Mereka yang Sadar, Yang mencapai pencerahan sejati. dari
perkataan Sansekerta: Budh, untuk mengetahui, Buddha merupakan gelar kepada
individu yang menyadari potensi penuh untuk memajukan diri dan yang berkembang
kesadarannya.
Dalam penggunaan kontemporer, sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha dianggap Buddha bagi waktu ini. Dalam penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.
Dalam penggunaan kontemporer, sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama, guru agama dan pendiri Agama Buddha dianggap Buddha bagi waktu ini. Dalam penggunaan lain, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.
Penganut Buddha
tidak menganggap Siddharta Gautama sebagai sang hyang Buddha pertama atau
terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma atau Dhamma
(yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang sebenarnya, akal budi, kesulitan
keadaan manusia, dan jalan benar kepada kebebasan melalui Kesadaran, datang
selepas karma yang bagus (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan buruk
tidak mahir ditinggalkan).
Nama kitab suci
Buddha : Tri Pitaka.
Nama pembawa
Ajarannya : Sidharta Gautama.
Permulaan :
Kurang/lebih 2.500 tahun lalu.
Nama tempat
peribadatan : Vihara.
Hari besar
keagamaan : Waisak dan
Katina.
Fungsi Agama
Ada beberapa alasan
tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain
adalah :
- Karena agama
merupakan sumber moral
- Karena agama
merupakan petunjuk kebenaran
- Karena agama
merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
- Karena agama
memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala
duka.
Manusia sejak
dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak
mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78 Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia
menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara
mereka yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
- Godaan dan rayuan
yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang menurut
istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah
yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah
ataukebaikan.
- Godaan dan rayuan
yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut istilah
Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha
menarik manusia kepada kejahatan
Disinilah letak
fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang
baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran. Fungsi Agama
Kepada Manusia. Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama
adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi
untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama
mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah:
- Memberi pandangan
dunia kepada satu-satu budaya manusia. Agama dikatankan memberi pandangan dunia
kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan mengenai dunia(sebagai
satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi
pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit
penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya
bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT
- Menjawab pelbagai
soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Sesetangah soalan yang sentiasa
ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab oleh akal manusia
sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat menarik dan untuk
menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab
soalan-soalan ini.
- Memberi rasa
kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia. Agama merupakan satu faktor dalam
pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama menimbulkan
keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan
dunia dan nilai yang sama.
- Memainkan fungsi
kawanan sosial. Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan.
Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib
dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan
sosial
Fungsi Sosial Agama
Secara sosiologis,
pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif
atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat
negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah
(desintegrative factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi
pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif
bagi masyarakat.
Fungsi Integratif
Agama
Peranan sosial
agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam
menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban
sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama
menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi
Disintegratif Agama.
Meskipun agama
memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara
eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan
peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan
menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari
begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga
seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain.
2.
Pelembagaan Agama
Pelembagaan agama adalah
suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum
yang menganut agama.
Salah satu lembaga agama
adalah :
MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau
musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru
tanah air, antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26
Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari
ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu,NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4 orang
ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut
danPOLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari musyawarah tersebut,
dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat
bermusyawarahnya para ulama. zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam
sebuah “Piagam Berdirinya MUI,” yang ditandatangani oleh seluruh
peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia
tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana
energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan
kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Dalam perjalanannya,
selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah
para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk :
-
Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia
dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
-
Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan
kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi
terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam
memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta.
-
Menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan
penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan
pembangunan nasional.
-
Meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga
Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada
masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi
secara timbal balik.
MUI Sebagai organisasi yang dilahirkan oleh para ulama, zuama dan cendekiawan muslim serta tumbuh
berkembang di kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia adalah gerakan
masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan
organisasi-organisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang memiliki
keberadaan otonom dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini
ditampilkan dalam kemandirian — dalam arti tidak tergantung dan terpengaruh —
kepada pihak-pihak lain di luar dirinya dalam mengeluarkan pandangan, pikiran,
sikap dan mengambil keputusan atas nama organisasi.
Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan di
kalangan umat Islam, Majelis Ulama Indonesia tidak bermaksud dan tidak
dimaksudkan untuk menjadi organisasi supra-struktur yang membawahi
organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi memposisikan dirinya
sebagai wadah tunggal yang mewakili kemajemukan dan keragaman umat Islam.
Majelis Ulama Indonesia , sesuai niat kelahirannya, adalah wadah silaturrahmi
ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat
Islam.
Kemandirian Majelis Ulama Indonesia tidak berarti menghalanginya
untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan pihak-pihak lain baik dari dalam
negeri maupun luar negeri, selama dijalankan atas dasar saling menghargai
posisi masing-masing serta tidak menyimpang dari visi, misi dan fungsi Majelis
Ulama Indonesia. Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran Majelis Ulama
Indonesia bahwa organisasi ini hidup dalam tatanan kehidupan bangsa yang sangat
beragam, dan menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidup
berdampingan dan bekerjasama antarkomponen bangsa untuk kebaikan dan kemajuan
bangsa. Sikap Majelis Ulama Indonesia ini menjadi salah satu ikhtiar mewujudkan
Islam sebagai rahmatan
lil alamin (Rahmat
bagi Seluruh Alam)
3.
Agama, Konflik dan
Masyarakat
Secara
sosiologis, Masyarakat agama adalah suatu kenyataan bahwa kita adalah
berbeda-beda, beragam dan plural dalam hal beragama. Ini adalah kenyataan
sosial, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat dipungkiri lagi. Dalam kenyataan
sosial, kita telah memeluk agama yang berbeda-beda. Pengakuan terhadap adanya
pluralisme agama secara sosiologis ini merupakan pluralisme yang paling
sederhana, karena pengakuan ini tidak berarti mengizinkan pengakuan terhadap
kebenaran teologi atau bahkan etika dari agama lain.
Sebagaimana
yang dikemukakan oleh M. Rasjidi bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat
ditawar-tawar, apalagi berganti. Ia mengibaratkan agama bukan sebagai (seperti)
rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk
keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya. Berdasarkan keyakinan
inilah, menurut Rasjidi, umat beragama sulit berbicara objektif dalam soal
keagamaan, karena manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai seorang
muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa ia involved (terlibat) dengan
Islam. Namun, Rasjidi mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat adalah
multi-complex yang mengandung religious pluralism, bermacam-macam agama. Hal
ini adalah realitas, karena itu mau tidak mau kita harus menyesuaikan diri,
dengan mengakui adanya religious pluralism dalam masyarakat Indonesia.
Banyak konflik
yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama.
Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang
dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan
dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga
terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang
dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus
perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah
ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi
oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak
mendapatkan hak.
Permasalah
konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai
kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29
Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama
dalam memeluk agama dan akan mendapat perlindungan dari negara.
Pada awal era
Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di
Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri
ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan
beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong
menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag
secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah
yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar
agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai
kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama.
Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari
sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori konflik.
Konflik yang
ada dalam Agama dan Masyarakat
Di beberapa
wilayah, integritas masyarakat masih tertata dengan kokoh. Kerjasama dan
toleransi antar agama terjalin dengan baik, didasarkan kepada rasa solidaritas,
persaudaraan, kemanusiaan, kekeluargaan dan kebangsaan. Namun hal ini hanya
sebagian kecil saja karena pada kenyataannya masih banyak terjadi konflik yang
disebabkan berbagai faktor yang kemudian menyebabkan disintegrasi dalam
masyarakat.
Banyak konflik
yang terjadi di masyarakat Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama.
Contohnya tekanan terhadap kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang
dianggap sesat, seperti Ahmadiyah) memicu tindakan kekerasan yang bahkan
dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Selain itu, tindakan kekerasan juga
terjadi kepada perempuan, dengan menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang
dianggap dapat merusak moral masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus
perusakan tempat ibadah atau demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah
ibadah di beberapa tempat di Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi
oleh kelompok agama tertentu sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan
hak.
Permasalah
konflik dan tindakan kekerasan ini kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai
kebebasan memeluk agama serta menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29
Ayat 2, sudah jelas dinyatakan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama
dalam memeluk agama dan akan mendapat perlindungan dari negara.
Pada awal era
Reformasi, lahir kebijakan nasional yang menjamin kebebasan beragama di
Indonesia. Namun secara perlahan politik hukum kebijakan keagamaan di negeri
ini mulai bergeser kepada ketentuan yang secara langsung membatasi kebebasan
beragama. Kondisi ini kemudian menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong
menguatnya pemanfaatan kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag
secara substansial bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah
yang dilihat sebagai masalah dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar
agama yang menyebabkan tindakan kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai
kebebasan memeluk agama dan beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama.
Penyusun mencoba memberikan analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari
sudut pandang kerangka analisis sosiologis: teori konflik.
Sumber : http://herisantoso89.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar